Selamat datang di Deposito Syariah BPRS Harta Insan Karimah

BPRS HIK: Sumbu Penyelamat Ekonomi Rakyat

Thursday, January 24, 20130 comments

Apakah Anda perlu uang ? Hubungi kantor kami. Bawalah Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB) atau sertifikat tanah dan rumah sebagai jaminan. Ada jaminan, kredit keluar. Tidak menunggu besok! Kami menanti simpanan Anda dengan bagi hasil menarik.

Tulisan itu tertera pada sebuah brosur BPRS yang disebarkan ke rumah-rumah penduduk sebuah kompleks perumahan. Sederhana tapi mengena dan jauh dari kesan hura-hura. Begitulah cara Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) mencari nasabah. Sangat jauh dari gebyar mewah bank-bank besar beraset triliunan rupiah dengan hadiah ratusan miliar rupiah.

Banyak orang yang melirik lembaga ini pun langsung alergi. Padahal tak terhitung jumlahnya orang yang tertolong dan pengusaha yang terselamatkan. Bahkan, tidak sedikit pengusaha kecil menjadi besar dengan omzet miliaran rupiah karena memulai usahanya dengan bermitra dengan BPRS.

Bagi sebagian kalangan, BPRS dinilai lebih menyentuh kalangan usaha mikro kecil menengah (UMKM) melalui kredit mikro yang mereka salurkan selama ini. Bahkan menurut data, perbandingan antara pinjaman terhadap simpanan masyarakat di BPRS atau loan to deposit ratio (LDR) seringkali mencapai 120 persen, sedangkan perbankan umum berkisar antara 45-50 persen.

Kinerja BPRS menjadi baik karena sedikitnya kasus kredit macet atau non performing loan (NPL) yang terjadi. Rasio kecukupan modal atau capital adequacy ratio (CAR) yang dimiliki BPRS berkisar antara 30-39 persen, jauh di atas standar yang digariskan Bank Indonesia, yaitu 12 persen. Pola kedekatan dan sistem kepercayaan antara nasabah dan karyawan BPRS menjadi dasar yang kuat untuk menjaga kelancaran pengembalian pinjaman.

Untuk meraih nasabah, setiap BPRS memiliki divisi pemasaran yang selalu berkeliling ke pasar, sentra industri kecil, dan pemukiman penduduk, terutama untuk menjangkau warung dan toko. Dengan mengendarai sepeda motor, staf pemasaran menawarkan pinjaman, mengambil cicilan, dan mengumpulkan tabungan. Para staf itulah yang menjadi ujung tombak BPRS untuk menjaga hubungan dengan para nasabah mereka.

Dengan strategi jemput bola, para nasabah akan merasa mudah melakukan transaksi perbankan tanpa harus datang ke bank. Cara inilah yang membuat mereka lebih memilih BPRS daripada bank umum dalam pengambilan pinjaman. Selain itu, BPRS juga menerapkan syarat yang longgar dan proses yang mudah bagi para nasabahnya untuk mengambil kredit.

Sebagai ilustrasi, jika nasabah mengambil pinjaman di bank umum perlu waktu seminggu atau lebih, di BPRS hanya membutuhkan waktu 2-3 hari. Bahkan, bagi nasabah yang telah menjadi langganan, waktu untuk memproses kredit hanya perlu waktu satu hari!. Alasannya, mereka tidak ingin merepotkan nasabah karena bisnis BPRS adalah bisnis kepercayaan.

Kebanyakan nasabah BPRS merupakan pedagang kecil, penjual makanan keliling, dan pemilik warung-warung kelontong yang tidak membutuhkan dana besar untuk meningkatkan usaha mereka. Para nasabah dapat dengan mudah mencicil pinjaman mereka secara harian atau mingguan melalui tenaga pemasaran yang berkeliling, tetapi cicilan itu akan diakumulasikan dalam bentuk tabungan dan diambil di akhir bulan sebagai setoran bulanan.

Prinsip yang dianut BPRS dalam menyalurkan kredit tergantung pada kelayakan usaha mereka. Penilaian ini didasarkan pada kemungkinan usaha itu tumbuh dan menghasilkan laba yang memadai. Singkatnya, semakin baik prospek usaha yang akan dikembangkan, semakin mudah BPRS memberikan kredit.

Nilai agunan tetap menjadi prasyarat, namun tidak harus berupa barang yang mudah dijual karena BPRS lebih mementingkan prospek usaha nasabah dari pada kemudahan menjual barang. Bagi para pelanggan baru, pinjaman yang diberikan biasanya maksimal 65 persen dari nilai agunan. Sedangkan konsumen yang sudah menjadi langganan tetap, maka nilai pinjamannya dapat lebih tinggi untuk agunan yang sama, bahkan untuk pinjaman kurang dari Rp 5 juta saja dapat diambil tanpa agunan.

Ragam jenis pinjaman juga disesuaikan dengan besaran omzet BPRS. Bagi BPRS yang memiliki omzet di bawah 2 miliar, proporsi kredit produksi jauh lebih tinggi dari kredit konsumsi. Kredit produksi setidaknya dapat menjamin tingkat pengembalian dan kelancaran cicilan. Para pengusaha kecil dan mikro akan serius dalam menjalankan usaha mereka jika mendapat pinjaman dari BPRS.

Lain lagi bagi BPRS yang mempunyai omzet di atas Rp 2 miliar, maka proporsi kredit konsumsi akan relatif seimbang dengan kredit produksi. Dalam hal ini, pengelolaan kredit konsumsi memerlukan biaya operasional yang lebih rendah daripada kredit produksi. Biasanya, kerja sama yang baik dengan kepala dan bendahara suatu instansi pemerintah atau swasta dapat memudahkan proses penawaran, pengurusan, dan penarikan cicilan kredit.

Para pegawai negeri atau swasta dapat meminjam dari BPRS dengan agunan surat keterangan dari kepala instansi. Adapun penarikan cicilan dapat dilakukan melalui pemotongan gaji oleh bendahara. Kemudahan dan kepastian cicilan tersebut membuat lembaga BPRS sekarang ini lebih memilih meningkatkan proporsi kredit konsumsinya daripada kredit produksi karena untuk menekan biaya tenaga pemasaran.

Di sisi lain, sebagian besar modal BPRS berasal dari kredit bank-bank umum. Sementara bank-bank umum sendiri masih memperlakukan syarat yang sangat ketat dengan margin komersial 17 persen untuk memberi pinjaman BPRS. Bahkan, nilai agunan yang diminta bank umum kepada BPRS melebihi 100 persen dari pinjaman yang diberikan. Artinya, jika BPRS minta pinjaman 500 juta, maka nilai agunannya harus 1 miliar atau lebih. Dari sini kelihatan jelas bahwa penambahan modal usaha merupakan kesulitan utama yang dimiliki BPRS.

***

Untuk mencari jalan keluar akan masalah ini. Ada tiga cara yang bisa dilakukan BPRS. Pertama, meminta tambahan modal kepada para pemegang saham. Kedua, memaksimalkan dana tambahan dari tabungan masyarakat pedagang dan industri kecil. Ketiga, meminta dana bank umum yang dialokasikan untuk kredit pengusaha kecil dan mikro (PKM) yang merupakan embrio ekonomi rakyat sebagai dana pinjaman kepada BPRS dan PKM.

Diakui pula, di satu sisi, bank-bank umum mengalami kesulitan dalam menyalurkan kredit kepada PKM. Biaya operasional bank-bank umum akan membengkak jika harus menyalurkan kredit ke jutaan PKM. Namun, di sisi lain, bank-bank umum tersebut punya kewajiban menyalurkan kredit ke PKM sesuai kebijakan yang dikeluarkan Bank Indonesia. Akibatnya, terjadi kelambanan pembangunan dan kemacetan dana.

Karena itu, penyaluran dana melalui BPR maupun BPRS dan PKM diharapkan dapat menggairahkan sektor riil, meningkatkan kemampuan kompetisi para pelaku ekonomi, dan mempercepat pembangunan. Semakin besar dana yang bisa diserap para pengusaha, maka semakin besar pula multiplier effect (efek pengganda) yang terjadi.

Dengan demikian, kemajuan ekonomi rakyat khususnya dan pertumbuhan ekonomi Indonesia umumnya tidak hanya digantungkan pada sisi konsumsi semata, melainkan juga kepada aktivitas ekonomi produktif yang dijalankan oleh PKM. Dari sini, dapat disimpulkan bahwa BPRS secara tidak sengaja telah menjadi sumbu penyelamat ekonomi rakyat.

***
Oleh: Oleh: Abdul Muid Badrun
Konsultan Wirausaha dan
Staf Corporate Secretary
Share this article :
 
Copyright © 2012. Deposito Syariah BPRS Harta Insan Karimah - All Rights Reserved