Selamat datang di Deposito Syariah BPRS Harta Insan Karimah

BPRS HIK : Dekati Nasabah Dengan Silaturahim

Wednesday, January 23, 20130 comments

Jika ditanya tentang kemudahan penyaluran pembiayaan, barangkali bank akan memilih korporasi dibandingkan ke usaha mikro. Manajemen korporasi yang sudah rapi dan terstruktur terntu akan mempermudah penilaian bank terhadapa kinerja nasabah, kemampuan melunasi pembiayaan, ataupun prospek usaha ke depan.

Semua itu pada akhirnya mempermudah pengelolaan risiko dan pembiayaan dari bank. Adapun usaha mikro, untuk laporan keuangan saja belum tentu ada. Tak heran bila usaha mikro kerap disebut tidak bankable alias belum memenuhi syarat untuk memenuhi pembiayaan dari bank.

Namun, kendala di mikro itu dianggap Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Harta Insan Karimah (HIK) Ciledug, Tangerang, sebagai tantangan yang harus dijawab. Pembiayaan tidak masalah bagi usaha mikro selama manajemen risiko tetap terjaga baik. Direktur Utama BPRS HIK Khusnul Khorip menyebutkan silaturahmi sebagai salah satu sebagian penting dari manajemen risiko untuk kelangsungan pembiayaan di usaha mikro.

Meski demikian, Khusnul Menyadari penyaluran pembiayaan ke usaha mikro memiliki tantangan yang besar, Penokohan yang terlalu kuat di usaha mikro sangat menentukan keberlangsungan pembiayaan “Kalau bosnya tidak ada, usahanya bisa berhenti” kata Khusnul, Selasa (27/12).

Tantangan usaha mikro tak hanya itu. Khusnul mengakui pihaknya sering membuatkan laporan keuangan nasabah. Sebab, pelaku usaha mikro masih banyak yang belum paham tentang laporan keuangan untuk mendapatkan pembiayaan. Padahal, laporan keuangan itu harus ada karena bank memperlukannya sebagai bahan pertimbangan untuk menentukan jumlah pembiayaan.

Laporan keuangan nasabah bahkan sering kali dibuat hanya bersumber dari hasil wawancara. Petugas BPRS harus mau repot mengecek setiap aset yang dimiliki nasabah, “Mau bagaimana lagi, kadang untuk usaha mikro, mengumpulkan bon (kuitansi pengeluaran) saja susah,” ungkap Khusnul.

Berbagai tantangan itu pun mengharuskan petugas BPRS jemput bola untuk mendapatkan nasabah. Akad pembiayaan langsung dilakukan ditempat nasabah. Meski harus membuatkan laporan keuangan terlebih dahulu, akad pembiayaan sudah bisa dilakukan paling lama dalam tujuh hari kerja.

Setelah pembiayaan deberikan, keberlangsungan pembayaran dari nasbah harus dipertahankan. Di sinilah, silaturahmin ke nasabah mengambil peran penting. Khusnul mengatakan silaturahim ke nasabah akan terus mendorong adanya kemauan untuk membayar.

Dalam sebulan, petugas BPRS HIK wajib bersilaturahim dengan nasabah. Tidak sekadar mengingatkan nasabah mengenai kewajibannya mencicil permbiayaan, petugas juga menanyakan kendala nasabah. “Sambil memantua usaha nasabah, kita juga tanyakan apa kendala mereka. Dengan begitu, kita bisa bantu menyelesaikan masalah mereka,” ujar Khusnul.

Jika nasabah mulau kesulitan membayar, Khusnul akan menyelesaikannya secara kekeluargaan. Bila nasabah masih mampu dan mau melunasi pembiayaan, BPRS HIK akan merestrukturisasi pembiayaan tersebut. “Bisa kita rescheduling (penjadwalan kembali) pembiayaannya atau ganti akad yang lebih sesuai.”

Sebaiknya, jika nasabah tidak mau membayar padahal masih mampu, BPRS HIK akan memberlakukan denda, Denda ini menjadi bagian dari mendisiplinkan nasabah. Nasabah wajib membayar denda sekian persen dari nilai pembiayaan atau cicikan.

Hanya saja, denda ini tidak menjadi pendapatan bagi bank. Denda akan dimasukan ke pos zakat, infak, dan sedekah (ZIS). “Itu kita kenalkan pada nasabah yang mampu. Kalau memang tidak mampu, kita tidak ambil denda, “Katanya.. Hal ini karena denda hanya diberikan sebagai upaya mendisiplinkan nasabah.

Dengan silaturahmi yang diterapkan BPRS HIK itu, pembiayaan nasabah bisa terus berlanjut. Bahkan, jumlah pembiayaan terus meningkat. Salah satu nasabah BPRS HIK di Ciledug, Marjaya Toni, mampu menaikan nilai pembiayaan dari Rp 15 juta menjadi Rp 800 juta, Marjaya yang memiliki usaha sembako pertama kali mengambil pembiayaan pada 2004.

Penyaluran lpembiayaan BPRS HIK memang didominasi atau hampir 98 persen untuk usaha produktif. Hampir 80 persen dari usaha produktif tersebut bergerak di sektor perdagangan. Sebagian besar nasabah pembiayaan ini masih tekonsentrasi di Jakarta dan Tangerang.

Namun, pembiayaan BPRS HIK sebenarnya juga telah menjangkau wilayah Jabodetabek. Skema-pembiayaan di dominasi atau sekitar 63 persen dengan akad murabahah. Sisanya menggunakan akad musyarakah.

Rasio pembiayaan bermasalah atau nonperforming finance (NPF) untuk usaha produktif bisa detekan hingga 3,2 persen untuk NPF kotor san 0,6 persen untuk NPF bersih, Hingga akhir November 2011, BPRS HIK telah menyalurkan pembiayaan sebesar Rp 217 miliar. Sementara itu, total aset mencapai Rp 232 dan dana pihak ketiga (DPK) mencapai Rp 195 miliar.

Meski pembiayaan masih lancer, BPRS HIK harus menghadapi sejumlah tantangan yang datang dari internal perusahaan. Permasalahan sumber daya manusia (SDM) menjadi masalah klasik yang belum terselesaikan. Pindahnya karyawan ke bank umum, menjadi hal yang tidak terhindarkan. “Biasanya kalau kita sudah latih dan bisa, Banyak karyawan yang dibajak bank umum,” kata Khusnul menyesalkan.

Selain harus bersaing untuk mendapatkan SDM, BPRS juga harus menghadapi bank umum di pangsa pembiayaan mikro. Bank umum mampu memberikan harga yang lebih murah serta menawarkan kemudahan dalam pebiayaan. “Tapi, hambatan dan tantangan itu menjadi keniscayaan bagi BPRS,” Ujarnya optimis. 

(Sumber : Republika 2011.)
Share this article :
 
Copyright © 2012. Deposito Syariah BPRS Harta Insan Karimah - All Rights Reserved